Sabtu, 04 September 2010

Ketika Mendengar Pidato SBY

KOMPAS.com - Ketika mendengar pidato yang diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (1/9), banyak kalangan yang kecewa. Selain agak terlambat, Presiden pun dianggap bersikap terlalu lembek terhadap Malaysia.

Dalam pidatonya, Presiden mengatakan, ia turut merasakan keprihatinan, kepedulian, bahkan emosi yang dirasakan oleh rakyat Indonesia. Dan, apa yang dilakukan oleh pemerintah sekarang dan ke depan ini sesungguhnya juga cerminan dari keprihatinan kita.

Presiden, dalam kesempatan itu, juga mengajak masyarakat untuk menjauhi tindakan berlebihan, termasuk aksi kekerasan yang hanya akan menambah masalah yang ada.

Menurut Presiden, kedaulatan negara dan keutuhan wilayah adalah kepentingan nasional yang sangat vital. Ditekankan oleh Presiden bahwa pemerintah sangat memahami kepentingan itu dan bekerja sungguh-sungguh untuk menjaga serta menegakkannya.

”Namun, tidak semua permasalahan yang muncul dalam hubungan dengan negara sahabat selalu terkait dengan kedaulatan dan keutuhan wilayah,” ujarnya.

Presiden juga menyinggung banyak hal lain dalam pidatonya. Akan tetapi, apa pun alasan yang dikemukakan oleh Presiden Yudhoyono dalam pidatonya, pada intinya adalah ia menegaskan bahwa ia menempatkan hubungan baik dengan Malaysia sebagai hal yang penting.

Oleh karena itu, persoalan yang terjadi dengan Malaysia pada saat ini harus dijaga agar tidak sampai mengganggu hubungan baik kedua negara.

Situasi yang hampir sama

Situasi yang dialami oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada saat ini, hampir sama dengan apa yang dihadapi oleh Presiden Soeharto dengan Singapura pada tahun 1968 atau 42 tahun silam. Pada saat itu Singapura memutuskan akan menghukum mati dua personel Korps Komando (KKO), yakni Usman bin Moh Ali dan Harun bin Said, yang tertangkap di negara itu.

Berbagai kalangan di Indonesia, terutama KKO (kini Korps Marinir), langsung bereaksi dengan sangat keras. Namun, Presiden Soeharto langsung maju ke depan dan mengambil kendali.

Soeharto secara terbuka meminta kepada Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew untuk memberikan keringanan hukuman kepada kedua personel KKO itu. Namun, permintaan itu ditolak mentah-mentah oleh Singapura. Menurut pemerintah negara pulau itu, kedua personel KKO tersebut melakukan kegiatan mata-mata serta subversi, dan ancaman hukumannya adalah hukuman mati dengan cara digantung.

Penolakan Singapura itu membuat berbagai kalangan di Indonesia geram dan mendorong pemerintah untuk menyerang Singapura. Dan, dorongan itu menjadi semakin besar ketika pada 17 Oktober 1968 pukul 06.00 Singapura akhirnya melaksanakan hukuman mati tersebut.

Kepulangan jenazah kedua personel KKO itu ke Tanah Air disambut secara besar-besaran dan menjadikan kegeraman terhadap Singapura seperti mendapatkan amunisi, bagai api disiram dengan bensin.

Ketegangan hubungan antara Indonesia dan Singapura meningkat hingga ke titik yang terburuk. Kedutaan Besar Singapura di Jakarta yang terletak di Jalan Indramayu Nomor 28 (waktu itu) diserbu dan dirusak oleh massa mahasiswa dan pemuda. Demikian juga tempat tinggal staf Kedutaan Besar Singapura di Jalan Maluku Nomor 27 dan Jalan Jambu Nomor 15.

Akan tetapi, pada saat itu, Presiden Soeharto tetap menanggapi hukuman mati terhadap dua personel KKO itu dengan kepala dingin dan memilih untuk tidak memenuhi dorongan dari berbagai kalangan untuk menyerang Singapura.

ASEAN, Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara, baru didirikan satu tahun sebelumnya, 8 Agustus 1967. Dan, salah satu tujuan pembentukan ASEAN adalah untuk mewujudkan kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan yang damai, makmur, dan bebas dari campur tangan kekuatan asing dari luar kawasan.

Melalui ASEAN, Presiden Soeharto ingin menghapuskan citra ekspansionis yang melekat pada Indonesia sebagai akibat dari kebijakan ”Ganyang Malaysia” yang digagas oleh Presiden Soekarno.

Dengan bergabungnya Indonesia di ASEAN, Presiden Soeharto ingin menunjukkan kepada negara-negara tetangganya bahwa Indonesia adalah negara yang cinta damai.

Ketegangan dengan Singapura itu menjadi ujian bagi Indonesia untuk membuktikan diri kepada negara-negara tetangganya bahwa Indonesia benar-benar sudah berubah.

Pada tahun 1960-an negara-negara tetangga, yang dari segi luas wilayah dan jumlah penduduk sangat kecil, merasa sangat khawatir dengan Indonesia, tetangga raksasanya. Belum lagi, pada masa itu Indonesia memiliki angkatan bersenjata yang terkuat di Asia Tenggara.

Kekhawatiran terhadap Indonesia membuat negara-negara tetangga meminta perlindungan kepada kekuatan-kekuatan asing dari luar kawasan, yang pada masa itu hadir di kawasan.

Dalam kaitan itulah, cara Indonesia menangani ketegangan dengan Singapura itu akan berpengaruh besar terhadap bagaimana negara-negara tetangga kecil itu melihat (mempersepsikan) Indonesia.

Presiden Soeharto sangat memahami situasi itu. Itulah sebabnya Soeharto memilih untuk menghindari perang dan menyelesaikan persoalan dengan Singapura melalui jalur-jalur diplomatik.

Berkat kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh Presiden Soeharto itulah citra Indonesia yang ekspansionis berangsur- angsur hilang tak berbekas.

Dalam 30 tahun terakhir bisa dikatakan bahwa kawasan Asia Tenggara telah berkembang menjadi kawasan yang damai, makmur, dan bebas dari kekuatan asing dari luar kawasan.

Posisi awal

Kini, 42 tahun sesudahnya, Indonesia kembali dihadapkan pada posisi yang sama. Cara Indonesia menangani ketegangan dengan Malaysia akan menentukan bukan hanya pandangan negara tetangga terhadap Indonesia, melainkan juga pandangan dunia internasional.

Negara-negara tetangga yang lain mengikuti dengan saksama bagaimana Indonesia menangani dan menyelesaikan ketegangannya dengan Malaysia. Jika Indonesia tidak dapat mengenda- likan diri dan memilih untuk menggunakan kekerasan terhadap Malaysia, dapat dipastikan Malaysia dan negara-negara tetangga lainnya akan mengundang kekuatan luar kawasan kembali ke kawasan ini.

Dan, jika itu yang terjadi, upaya negara-negara ASEAN, terutama Indonesia, yang selama lebih dari 30 tahun telah menja- dikan kawasan Asia Tenggara bebas dari kekuatan asing, menjadi terancam. Dan, kekuatan asing akan diundang kembali ke kawasan ini.

Apalagi Five Powers Defence Arrangements, yakni Pengaturan Pertahanan Lima Negara antara Malaysia, Singapura, Inggris, Australia, dan Selandia Baru yang ditandatangani pada tahun 1971, belum pernah dicabut.

Setelah kehilangan pangkalan militernya di Filipina pada tahun 1990-an, Armada VII Amerika Serikat seperti kehilangan pijakan di Asia Tenggara. Dalam kaitan itulah, Amerika Serikat mendekati Singapura dan meminta izin untuk menggunakan salah satu pangkalan laut Singapura untuk kepentingan logistik dan perawatan kapal bagi Armada VII. Permintaan Amerika Serikat tersebut segera dipenuhi oleh Singapura.

Jika Singapura merasa keberadaan (eksistensi) negaranya terancam oleh Indonesia, bukan tidak mungkin negara itu akan mengizinkan militer Amerika Serikat untuk hadir lebih dalam.

Sebagai negara yang hidup bertetangga, gesekan mudah sekali timbul. Adalah tugas Indonesia dan setiap negara tetangga untuk menjaga agar gesekan itu tidak berkembang menjadi tidak terkendali dan mengarah kepada perang terbuka.

Namun, hal itu jangan diartikan bahwa Indonesia tidak boleh bersikap tegas terhadap negara tetangganya jika gesekan terjadi.

Protes keras dimungkinkan, dan rasa tidak suka juga dapat diperlihatkan asalkan dilakukan melalui jalur-jalur diplomatik. Penarikan duta besar pun dimungkinkan untuk dilakukan asalkan semua tindakan itu dilakukan secara terukur.

Sayangnya, seperti biasa, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kurang tegas dalam bersikap dan kurang cepat dalam memperlihatkan sikap bahwa ia membela kepentingan rakyat yang dipimpinnya.

Melancarkan perang dengan Malaysia bukanlah tindakan yang bijaksana. Selain memerlukan dana yang sangat besar, juga akan banyak orang yang akan kehilangan nyawanya dengan percuma. Jangan hanya karena merasa lebih besar dan lebih kuat lalu menganggap bahwa perang akan dimenangi dengan mudah.

Bahkan, Amerika Serikat yang merupakan negara adidaya pun sulit mengalahkan Irak yang dalam hitung-hitungan di atas kertas dapat dikalahkan dengan mudah.

Relakah kita membiarkan putra-putra Indonesia kehilangan nyawa di medan perang untuk sebuah urusan yang sesungguhnya dapat diselesaikan melalui jalur-jalur diplomatik?

"Bali" Kebanjiran Sarkofagus

Bali "kebanjiran" sarkofagus. Empat peti mati batu zaman purba berturut-turut ditemukan selama tiga pekan ini di Subak Abang, Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.

Berawal dari adanya warga yang menggali tanah liat untuk membuat batu bata, muncul benda yang mencurigakan yang oleh para akreolog disebut sarkofagus.

Benda yang antara lain berbentuk mirip kura-kura dan trapesium itu, ditemukan pada kedalaman galian tanah antara 1.5 sampai dua meter.

Beberapa ahli sejarah menyimpulkan bahwa dari temuan itu, ternyata di belahan Pulau Dewata telah sempat dihuni manusia yang berbekal kemampuan seni dan teknologi yang cukup handal pada zamannya, yakni sekitar 2.500 sampai 3.000 tahun silam.

Temuan dinilai cukup spektakuler. Dalam sarkofagus kura-kura ditemuakn kerangka manusia yang diduga anak-anak, sementara di dalam "peti" trapesium berisikan kerangka orang dewasa.

Kerangka jenazah anak-anak ditemukan seperti posisi bayi dalam kandungan, sedangkan tulang-belulang orang dewasa diduga saat dikubur dalam posisi terduduk.

Tidak hanya itu, di sekitar temuan sarkofagus yang keempat, petugas juga menemukan pecahan gerabah kuno. Temuan ini diharapkan bisa mendukung kajian untuk dapat mengungkap era kehidupan dan budaya purba di belakan Bumi Dewata.

Tim Balai Arkeologi Denpasar bersama tim Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3), Kamis (5/2) melanjutkan penggalian di Desa Keramas, menyusul temuan sarkofagus keempat, Rabu (4/2), dalam posisi yang tidak begitu jauh dengan lokasi penemuan sarkofagus pertama.

Benda yang mirip dengan bulatan telur itu, pada penemuan pertama dan kedua tercatat berukuran 60 x 35 x 60 sentimeter, kemudian temuan yang ketiga dan keempat, ukurannya hampir sama 90 x 45 x 60 sentimeter.

Kepala Penelitian Balai Arkeologi Denpasar, Ayu Kusumawati, membenarkan pihaknya menemukan pecahan gerabah di lokasi penggalian sarkofagus yang diperkirakan telah berusia sekitar 2.500 sampai 3.000 tahun itu.

Temuan pecahan gerabah masih perlu diteliti lebih lanjut, apakah benar dari warisan peradaban masyarakat zaman itu atau dari masa yang berbeda. Walaupun temuan ini memperkaya bahan kajian, namun sekaligus juga semakin membingungkan.

Masalahnya, tahun pembuatan sarkofagus tampaknya tidak dilakukan pada periode yang sama dengan gerabah-gerabah itu. Ini diperlukan penelitian yang lebih cermat dan seksama, katanya.

Sementara temuan sarkofagus pertama diperkirakan berasal dari masa Paleolitikum atau awal peradaban zaman batu. Namun melihat sarkofagus yang bagian permukaannya halus, diperkirakan pembuatannya sudah menggunakan peralatan dari logam, seperti besi, perunggu dan sedikit emas.

Ayu Kusumawati berharap temuan pecahan gerabah tersebut bisa mengungkap lebih lanjut kehidupan masyarakat pada zaman itu, sehingga dapat mendukung perkiraan asal sarkofagus tersebut dari zaman Paleolitikum, Mesolitikum (pertengahan) atau zaman batu modern (Neolitikum).

Tim penggalian dan evakuasi juga berharap akan menemukan benda-benda kuno lainnya yang mendukung bahan kajian mengenai kehidupan dan kemajuan masyarakat pada zamannya.

Dalam kegiatan penggalian dan evakuasi tersebut, dari dalam sarkofagus trapesium temuan kedua, hanya menyisakan bentuk gundukan/gumpalan tanah yang dipastikan dari mayat anak-anak.

Kemudian dari sarkofagus ketiga masih terdapat tengkorak dan tulang-belulang serta gigi dari orang dewasa, yang penguburannya dalam posisi jongkok.

Selain itu juga ditemukan tengkorak dan tulang-tulang manusia di luar sarkofagus atau kuburan terbuka, serta tulang-tulang binatang yang diduga dari satwa jenis lembu atau sapi.

Petugas menyebutkan, penelitian yang dilakukan pihaknya sejak tahun 1978 di sejumlah daerah di Bali, tercatat telah menemukan sebanyak 128 sarkofagus yang berasal dari 12 lokasi atau desa desa.

Dari benda purbakala sejumlah itu, terbanyak ditemuakan di Kabupaten Gianyar, termasuk di Desa Keramas yang hingga kini telah terhitung lima sarkofagus.

Kepala Balai Arkeologi Denpasar, Wayan Suantina, menyatakan kegembiraannya soal temuan beberapa sarkofagus di Desa Keramas, Gianyar, yakni di lahan galian milik AA Gede Rai.

Namun demikian, ada kecemasan dari temuan itu, antara lain terkait masalah pelestarian situs arkeologi tersebut.

"Saya gembira sekali, namun sayang kami terkendala dana. Masalahnya, badan pemerintah ini penganggarannya ditetapkan memakai skema berbasis kinerja," katanya.

Suantina menyatakan, pengganggaran berbasis kinerja itu sangat mensyaratkan perencanaan anggaran yang ketat pada tahun anggaran termaksud.

"Siapa yang tahu bahwa ada banyak sarkofagus di sana ?. Jelas situs itu tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa upaya pelestarian secara arkeologis yang sebaik mungkin," katanya.

Terkait masalah pendanaan situs itu, lanjut dia, pihaknya akan mengadakan komunikasi dengan pemerintah pusat di Jakarta dan berbagai instansi terkait dalam waktu secepatnya.

Terlepas dari itu, dia mengaku belum bisa menentukan apakah dusun itu akan ditetapkan menjadi cagar arkeologi seperti di Trowulan, Jawa Timur, atau tidak.

"Kami belum dapat memastikan karena masih harus dilakukan pengkajian dari berbagai disiplin ilmu, di samping aspek sosial kemasyarakatan juga harus dipertimbangkan." katanya.

Yang jelas, katanya, pihaknya sangat mengharapkan bantuan dari sejawat ilmuwan dan kalangan akademisi untuk mengungkap berbagai hal terkait kehidupan masyarakat di lokasi itu pada masa lalu.

"Bali" Kebanjiran Sarkofagus

"Manusia Prasejarah" Dievakuasi

GIANYAR, KOMPAS.com — Balai Arkeologi Denpasar mengevakuasi kerangka tulang belulang manusia prasejarah yang ditemukan dalam sarkofagus atau peti jenazah dari batu di Subak Saba, Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Bali.

"Setelah kami teliti hampir seminggu, pagi ini kami evakuasi dua sarkofagus, yakni kerangka manusia yang utuh dan yang sudah menjadi serpihan tulang," kata dra Ayu Kusumati, peneliti dari Balai Arkeologi Denpasar, di Gianyar, Jumat (3/9/2010).

Menurut Ayu Kusumati, tulang belulang manusia itu akan disimpan di Balai Arkeologi Denpasar. "Sampai di Denpasar, kami akan teliti lagi tulang belulang itu," katanya.

Sementara itu, sarkafogusnya akan disimpan di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh.

Tim Peneliti Sarkofagus di Desa Keramas yang dipimpin Dewa Kompyang Gede menemukan dua sarkofagus dengan ukuran berbeda di Subak Saba, Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Sabtu (28/8/2010).

"Satu sarkofagus merupakan peti mati tipe kecil dengan ukuran panjang 150 cm dan lebar 50 cm. Satu lagi ukuran besar dengan panjang 100 cm dengan lebar lebih 12 cm," kata Dewa Kompyang Gede.

Ia mengungkapkan, pada kedua sarkofagus itu ditemukan kerangka manusia. "Satu sarkofagus berisi tulang belulang kerangka manusia utuh, satu lagi berisi tulang belulang yang sudah remuk," katanya.

Selain sarkofagus, kata Dewa Kompyang, tim itu juga menemukan kendi tua di sebelah tengkorak manusia yang dikubur terlentang itu.

"Sedangkan pada sarkofagus yang satu lagi hanya ditemukan pecahan kendi," kata pria yang bertugas di Balai Arkelogi Denpasar.

Ia menjelaskan, saat ini jenis kelamin tulang belulang yang masih utuh diidentifikasi sebagai laki-laki. Adapun tulang belulang yang remuk tak bisa diteliti.

"Kondisi tulang sudah remuk sehingga susah ditentukan jenis kelamin jenazah yang dikubur telungkup itu," katanya.

Menurut Dewa Kompyang, tulang belulang itu diperkirakan berumur 2.000 sampai 2.500 tahun.

"Pada zaman itu, manusia telah mengenal masa perundagian dan alat logam. Hal ini dibuktikan dengan adanya tonjolan wajah manusia atau kedok mirip kura-kura pada bagian ujung sarkofagus yang kini ditemukan," katanya.

Selain telah mengenal logam, Dewa Kompyang juga mengatakan, pada zaman itu juga sudah dikenal istilah gotong royong serta rasa persatuan dan kesatuan.

"Tujuan dibuatkan kedok di bagian ujung peti kubur itu dimaksudkan untuk memberikan jalan bagi sang arwah menuju dunia lain," katanya.

Ia menjelaskan, biasanya pemakaman dengan sarkofagus itu diperuntukkan bagi orang yang berpengaruh pada zaman tersebut.

"Hanya kaum bangsawan dan orang yang berpengaruh yang menggunakan peti kubur semacam itu," katanya.

Minggu, 23 Agustus 2009

10 langkah pencegahan terinfeksi influenza jenis baru,Flu Babi

  1. Sering mencuci tanganDalam 1hari sering mencuci tangan dengan menggunakan sabun. Apabila tidak dapat mencuci tangan dengan air, bisa menggunakan alkohol atau Jell Cleaner
  2. Tidak menyentuh mata hidung dan mulut.
  3. Menghindari interaksi dengan paenderita influenza jenis baru. Tidak berjabatan tangan atau memberi salam dengan mencium pipi.
  4. Tidak keluar rumah saat sakit. Menghindari pergi ke tempat yang ramai, saat sakit.
  5. Menjaga jarak.
  6. Menutup hidung dan mulut.
  7. Menjalankan pola hidup sehat.
  8. Konsultasi ke dokter saat sakit.
  9. Menunda rencana ke luar negeri saat sakit.
  10. Mengikuti petunjuk yang dikeluarkan oleh dinas kesehatan setempat.

Senin, 20 Juli 2009

Pilih-Pilih Binatang Peliaharaan

Ada banyak pilihan binatang peliharaan. Tetapi tidak semua binatang aman dipelihara. Ada binatan peliharaan yang setelah dewasa bisa menjadi binatang buas dan berbahaya, misalnya iguana atau hewan reptil lainnya. Sebelum memutuskan untuk memelihara binatang, sebaiknya kita mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai kehidupan binatang yang kita suka. Cara ini membatu kita tidak salah memilih.Memelihara binatang kan tidak hanya memberinya makanan. Kita juga harus memikirkan kebersihan kandangnya serta kesehatannya. Kita perlu memerhatikan apakah rumah masih bisa menampunya bila binatang itu sudah tumbuh besar.
Bila sudah memiliki seekor binatang kesayanyan, sebaiknya kita ikut komunitas penyayang binatang itu. Di sana kita bisa bertukar pengalaman dan menambah illmu pengalaman dari teman-teman lainnya.

Memelihara Binatang di Rumah

Anak kucing, anak anjing, kelinci, dan hamster terlihat sangat lucu dan menggemaskan. Tetapi bagaimana dengan binatang peliharaan unik seperti iguana kura-kura atau ular ? Sewaktu masih kecil mungkin tampak lucu dan imut, tetapi ketika mereka tumbuh besar, tentu lain lagi.
Memelihara binatang kesayangan di rumah itu susah-susah gampang. Bukan hanya perlu menyisihkan waktu dan tenaga untuk merawatnya, tetapi kita juga harus memberinya kasih sayang yang tulus.
Kalau kita sekedar memiliki binatang, namun tidak peduli dengan kesehatan dan kebersihannya, sama saja dengan menyiksa binatang tersebut.
(sumber:KompasAnak, Minggu,19Juli 2009)

Kapankah dan dimanakah Jacko meninggal dunia?